Kamis, 01 Mei 2025

1 Mei 1963: HARI PENJAJAHAN, BUKAN INTEGRASI

 


1 Mei 1963: HARI PENJAJAHAN, BUKAN INTEGRASI


Apa yang terjadi? UNTEA menyerahkan administrasi sementara West Papua kepada Indonesia. Tapi bukan kedaulatan. Karena menurut hukum internasional: Kedaulatan hanya bisa lahir dari kehendak bebas rakyat asli wilayah itu.


Kenapa administrasi sementara diserahkan kepada Indonesia? Penyerahan ini terjadi atas dasar Perjanjian New York (1962), perjanjian bilateral antara Indonesia dan Belanda, yang disusun dan ditekan oleh Amerika Serikat, tanpa melibatkan rakyat Papua. 


Tujuan tersembunyinya untuk nenghindari konflik militer antara Indonesia dan Belanda, menenangkan Indonesia agar tidak mendekat ke blok komunis, membuka jalan bagi eksploitasi sumber daya alam (Freeport).


PBB (lewat UNTEA) mengambil alih Papua hanya sementara (Okt 1962 – Mei 1963). Setelah itu, administrasi diserahkan kepada Indonesia dengan satu syarat utama: Indonesia WAJIB menyelenggarakan “Act of Free Choice” yang bebas dan jujur sesuai prinsip internasional. 


Apa tugas utama Indonesia setelah menerima administrasi? Sesuai Perjanjian New York dan prinsip hukum internasional: Indonesia hanya diberi mandat administratif, bukan kedaulatan.

Tugas utamanya: 1) Menjaga ketertiban dan kesejahteraan rakyat Papua. 2) Menjamin kebebasan berekspresi dan berpolitik. 3) Menyelenggarakan referendum. Dengan prinsip 

harus bebas, jujur, dan demokratis. Harus memungkinkan seluruh rakyat asli Papua menyatakan kehendaknya.


Apakah Indonesia melaksanakan tugas itu sesuai hukum internasional? TIDAK. Indonesia gagal total. Bahkan melanggar hukum internasional. Bukti pelanggaran: Militerisasi massif (invasi) sejak hari pertama masuk Papua (1963). Represi dan kekerasan terhadap rakyat sipil. Pepera 1969 dilakukan dengan sistem "musyawarah terpilih": Hanya 1.026 orang dipilih (dari 800.000 rakyat). Di bawah ancaman, intimidasi, dan kontrol penuh militer. PBB hanya “mencatat laporan,” tanpa legitimasi hukum.


Menurut hukum internasional, ini bukan pelaksanaan hak menentukan nasib, melainkan simulasi kolonial yang bertentangan dengan: Resolusi PBB 1541 & 2625 (tentang penentuan nasib sendiri). Inu Prinsip jus cogens (hukum yang tidak bisa dikompromikan)


Bagaimana Indonesia seharusnya menyelesaikan tugas itu? Menurut hukum internasional: Jika Indonesia gagal melaksanakan tugas utamanya (referendum bebas), maka: status West Papua tetap wilayah non-self-governing (belum merdeka). Sehingga, kehadiran Indonesia di Papua adalah pendudukan ilegal. Maka, solusinya harus melalui mekanisme penentuan nasib sendiri yang sah.


Ini berarti: Indonesia harus mengulang proses dengan referendum yang adil dan diawasi internasional. Jika tidak, maka menurut pendapat hukum internasional (seperti Melinda Janki dan Richard Falk): Papua berhak secara sah menolak kekuasaan Indonesia dan menuntut kemerdekaan penuh.


Jadi, status Indonesia adalah penjajah yang melakukan aneksasi dan invasi terhadap West Papua, dan hingga saat ini terus menjalankan operasi militer dan pendudukan ilegal melalui skema-skema kolonial seperti pemekaran wilayah, otonomi khusus, perampokan dan perusakan sumber daya alam (SDA), serta migrasi besar-besaran para pendatang yang mengancam eksistensi rakyat dan bangsa Papua secara sistematis.


Kesimpulan Hukum Internasional: Penyerahan administrasi ke Indonesia hanya sementara. Kedaulatan tetap milik rakyat Papua. Indonesia gagal melaksanakan tugas dan melanggar mandat. Justru melakukan invasi dan aneksasi jingga sekarang. Solusi hukum satu-satunya adalah: Referendum baru yang sah dan adil di bawah pengawasan Internasional. 


1 Mei 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Peranus Balingga Seorang Tukang Ojek Yang Ditangkap Oleh Militer Indonesia Dalam Penyisiran Yang Terjadi Di Yahukimo

Peranus Balingga Seorang Tukang Ojek Yang Ditangkap Oleh Militer Indonesia Dalam Penyisiran Yang Terjadi Di Yahukimo  Dekai, KNPBnews , pada...