Makssar - KNPBnews , Aksi Bisu Forum Solidaritas Pelajar dan Mahasiswa/I Papua Peduli Rakyat Papua (FSPM-PRP) menuntut pembebasan Empat Tahanan Politik Papua ( NFRPB ) dan Hentikan Kriminalisasi Perjuangan Politik Rakyat Papua, pada sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Klas IA Makssar , pada 9 Oktober 2025
Tuntutan pemebasan ke - 4 Tapol Papua terus disuarakan melakui aksi- aski oleh Forum Solidaritas Pelajar dan Mahasiswa Papua ( FSPM - PRP ) desakan kali ini dilakukan dengan Aksi Bisu didepan pengadilan Negeri Klas IA Makassar ,dengan tuntutan yang sama " Bebaskan Empat Tahanan Politik Papua dan Hentikan Kriminalisasi dan Hentikan Kriminalisai Perjuangan Politik Damai Rakyat Papua "
Pada aksi berlangsung FSPM PRP mengeluarkan pernyataan sikap tuntutan Pembebasan Empat Tahanan Politik Papua dan menuntut agar Pemerintah Indonesia Menghentikan Upaya Kriminalisasi terhadap Perjuangan Politik Damai Rakyat Papua , berikut isi pernyataan sikap
Forum Solidaritas Pelajar dan Mahasiswa/I Papua Peduli Rakyat Papua (FSPM-PRP) mengecam keras tindakan kriminalisasi terhadap empat tahanan politik Papua yang dituduh melakukan makar tanpa bukti yang sah. Mereka adalah Abraham Goram Gaman, Nikson May, Piter Robaha, dan Maxi Sangkek, yang ditangkap secara represif di Sorong pada 28 April 2025.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, tiga saksi fakta yang seharusnya dihadirkan dalam sidang lanjutan pemeriksaan hari, tidak mampu dihadirkan oleh pihak kejaksaan sorong dengan beberapa alasan antara lain, sakit lambung dengan bukti keterangan dokter yang dianggap tidak sah oleh Hakim ketua, dan dua orang saksi yang menolak untuk memberikan kesaksian langsung di Pengadilan Negeri Makassar.
Salah satu saksi yakni anak dari Abraham Goram Gaman, menolak untuk memberikan kesaksian dari pihak jaksa penuntut umum dan salah satu saksi tidak mampu dihadirkan oleh kejaksaan karena menolak untuk memberikan kesaksian, jaksa menerangkan membutuhkan waktu yang lebih untuk menghadirkan setiap saksi fakta karena jarak dan biaya. Akibat dari ketidakhadiran saksi, menyebabkan sidang langsung ditunda tanpa pembacaan lebih lanjut.
Disidang tanggal 7, oktober. Tiga saksi yang dihadirkan, anggota Polri dan staf honorer Pemda Papua Barat Daya, menyatakan bahwa Abraham Goram hanya mengantarkan surat dari Presiden NRFPB, Frokorus Yaboisembut, yang berisi ajakkan penyelesaian konflik Papua secara damai. Tidak ada percakapan, ajakan makar, ataupun tindakan yang bersifat permusuhan terhadap negara. Pakaian yang dikenakan pun hanyalah batik Papua, bukan simbol perlawanan.
Kesaksian ini membuktikan bahwa tidak ada unsur makar dalam tindakan keempat tahanan politik tersebut. Tuduhan yang diarahkan kepada mereka merupakan bentuk kriminalisasi terhadap perjuangan politik damai rakyat Papua. Pemindahan sidang dari Sorong ke Makassar tanpa pemberitahuan keluarga dan pendamping hukum juga melanggar asas peradilan yang terbuka dan adil.
Aksi solidaritas masyarakat di Sorong dan Manokwari yang menolak pemindahan sidang dibalas dengan kekerasan aparat. Sedikitnya 17 warga ditangkap, termasuk anak di bawah umur, sementara beberapa orang mengalami luka-luka. Dua tahanan politik, Abraham Goram dan Maxi Sangkek, juga mengalami gangguan kesehatan serius tanpa penanganan medis yang layak.
Menurut FSPM-PRP, penggunaan pasal-pasal makar KUHP terhadap rakyat Papua merupakan bentuk penindasan kolonial moderen. Padahal, aktivitas politik yang dilakukan NRFPB dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28E, UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat, dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dalam aksi bisu dan pembagian selebaran di Depan Pengadilan Negeri (PN) Makassar hari ini, Forum Solidaritas Pelajar dan Mahasiswa/I-Peduli Rakyat Papua (FSPM-PRP) menuntut:
Bebaskan 4 tahanan politik Papua tanpa syarat.
Hentikan intimidasi dan teror terhadap aktivis Papua yang memperjuangkan keadilan dan kemerdekaan.
Negara segera membuka dialog damai sebagaimana diajukan oleh empat aktivis NRFPB di Sorong.
Tarik seluruh militer (TNI/Polri) organik dan non-organik dari tanah Papua Barat.
Usut tuntas pelanggaran HAM, termasuk pembunuhan Tobias Silak dan kasus mutilasi Tarina Murib.
Tutup Freeport, BP, LNG Tangguh, MNC, MIFEE, dan seluruh perusahaan asing yang mengeksploitasi Papua.
PBB harus bertanggung jawab dalam proses penentuan nasib sendiri dan penyelesaian pelanggaran HAM di Papua Barat.
Buka ruang demokrasi seluas-luasnya bagi jurnalis nasional dan internasional di tanah Papua.
Hentikan seluruh operasi militer di Yalimo, Yahukimo, Paniai, Intan Jaya, Puncak, dan wilayah lainnya.
Segera berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai solusi demokratis bagi bangsa West Papua.
Salam Pembebasan Nasional Papua Barat!Makassar, 9 Oktober 2025
Admin : KNPB News